Aku iri kepada Siang. Ia tak pernah ingin menggenggam matahari. Tak pernah ingin meredupkannya.Siang pula yang membiarkan matahari bersinar begitu angkuhnya. Yang tanpa membatasinya. Semua orang pun tahu, siang adalah pemiliknya.
Aku pun iri terhadap malam. Lihat betapa ia selalu merasa cukup dengan sinar yang ditawarkan bulan. Ia bahkan terkadang membiarkan bulan bersenda gurau bersama bintang. Lalu ada masa dimana ia pekat tanpa cahaya. Tapi ia setia menanti. Menanti cahaya yang bahkan tak mampu sepertiga saja membuatnya benderang.
Dan sungguh aku iri tehadap pagi. Yang dengan kesederhanaan kicau burung mampu membuat hari dimulai dengan lebih indah. Pun Kepada senja....yang mampu menetramkan setiap hati yang lelah. Dengan keindahannya lalu membius kita untuk sejenak menikmatinya.
Juga terhadap rintikan hujan. Yang turun menyirami tanah kering tanpa berharap tanah itu membalas apa yang telah dilakukannya
Aku iri terhadap mereka. Yang bisa begitu tulus menjalankan peran dan menjaga semua yang telah dititipkan Tuhan. Yang tak pernah meminta lebih dari apa yang pantas didapatkannya. Yang selalu bersyukur untuk apa yang bisa dimilikinya. Yang tak pernah ingin menggenggam terlalu erat semua yang berada dalam genggamnya.
Sementara bisa kau lihat aku. Aku yang katanya tulus mencintaimu. Tapi berharap kadar sama bisa kau berikan jua padaku. Yang tersimpan beribu sayang dalam hatiku. Tapi perlahan sangat ingin meredupkanmu. Tak rela sinarmu ternikmati mata yang lain. Bahkan semakin kuat aku menggenggammu. Mengikatkan tali yang membatasimu. Menyempitkan semua ruang dalam gerakmu. Hingga sempat kau sesak karenanya. Lalu begitu ingin melepaskan diri.
Karna aku mungkin tahu tapi pura pura tak tahu...
Bahwa segala sesuatu yang digenggam terlalu kuat
Maka sekuat itulah dia pun akan selalu mencari jalan untuk melepaskan diri dari ikatannya...
Sumber : www.ngerumpi.com
No comments:
Post a Comment